Selasa, 22 Maret 2011

SKRIPSI


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Tantangan kita dalam pendidikan ialah menyiapkan anak untuk hidup dalam lingkungan milenium ke-3, bukan semata-mata dalam lingkungan saat ini. Bagaimana kita menyiapkan seseorang untuk hidup dalam lingkungan yang sebagaian besar belum kita kenal akibat adanya akselarasi yang luar biasa dari perubahan-perubahan yang terjadi akhir-akhir ini.
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi secara adekuat dalam masyarakat.[1] Pengajaran bertugas mengarahkan proses ini agar sasaran dan perubahan itu dapat tercapai.
Hakikat pendidikan adalah menyediakan lingkungan yang memungkinkan setiap peserta didik dapat mengembangkan bakat, minat, dan kemampuannya secara optimal dan utuh. (Mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor).

1

 
Pemerintah sangat mengupayakan untuk membina manusia agar menjadi warga yang baik dan mempunyai kepribadian yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional berdasarkan UUD 1945 sebagai mana yang tertera dalam UU No. 20 tahun 2003 sebagai berikut:
“Pendidikan nasinal berfungsi dan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap kratif, mandiri dan manjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.[2]

Mengapa manusia perlu belajar? sebagai jawaban terhadap pertanyaan ini, bahwa di dunia tidak ada makhluk hidup yang sewaktu baru dilahirkan tidak berdaya seperti bayi. Sebaliknya tidak ada manusia dewasa yang mampu menciptakan apa yang telah diciptakan oleh manusia dewasa , kecuali melalui proses belajar.
Setiap manusia di mana saja berada tentu melakukan kegiatan belajar. Seorang siswa ingin mencapai cita-cita tentu harus belajar dengan giat. Bukan hanya di sekolah saja tapi juga di rumah, dalam lingkungan masyarakat, lembaga pendidikan ekstra di luar sekolah, dan sebagainya.
Belajar menurut Gagne dalam buku Introduction To Psychology menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi atau stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum mengalami situasi itu kewaktu sesudah ia mengalami situasi tadi.[3]
Belajar merupakan suatu perubahan pada individu yang disebabkan oleh pengalaman.[4] Perubahan disebabkan perkembangan. Manusia belajar begitu banyak dimulai dari sejak lahir, belajar dan perkembangan adalah hubungan yang tidak dapat dipisahkan.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa belajar merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan setiap orang secara maksimal untuk dapat memperoleh dan menguasai sesuatu. Belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan lain sebagainya.[5]
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, baik faktor dari dalam maupun dari luar diri siswa. Salah satunya yaitu sikap keagamaan siswa itu sendiri. Pada zaman sekarang karena adanya perkembangan IPTEK yang sangat pesat maka nilai-nilai keagamaan terlupakan. Sebab pendidikan hanya mengutamakan nilai dari segi aspek kognitifnya saja.
Dalam kehidupan manusia membutuhkan agama, sehingga manusia disebut makhluk beragama. Ahmad Yamani mengemukakan bahwa Allah membekali insan itu nikmat berfikir dan daya penelitian, diberinya pula rasa bingung dan bimbang untuk memahami dan belajar mengenali alam sekitarnya disamping rasa ketakutan terhadap rasa kegarangan dan kebengisan alam itu. Hal inilah yang akan mendorong insan mencari sesuatu yang dapat melindunginya dan membantunya.
Agama diciptakan oleh Allah agar kehidupan manusia menjadi lebih baik. Islam dilahirkan menjadi agama Rahmatan Lil Alamin ( petunjuk bagi alam semesta ). Agama mengajarkan norma-norma, norma itu bukan berarti membatasi kreativitas manusia. Agama justru mendorong manusia agar berfikir dan bertindak kreatif.
Menurut Kurikulum Pendidikan Dasar, Pendidikan Agama Islam adalah mata pelajaran yang diberikan di sekolah dasar setara dengan mata pelajaran yang lain. Menurut Omar Muhammad A- Thoumy Al- Syaebani pendidikan agama islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan kemasyaraktannya dan kehidupan alam sekitar melalui proses pendidikan.[6]
Memahami pendidikan Islam merupakan suatu kekuatan yang memberikan hidup bagi suatu peradaban raksasa yang salah satu buahnya adalah pendidikan.[7] Dalam pendidikan Islam pendidikan akhlak adalah pusat program dan kurikulum pendidikan Islam. Filosuf-filosuf Islam sepakat bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Sebab tujuan utama pendidikan akhlak adal menghaluskan akhlak dan mendidik jiwa.[8] Jadi kurikulum pendidikan Islam bersifat fungsional, tujuannya mengelurakan dan membentuk manusia muslim, kenal agama dan tuhannya, dan berakhlak Al-Quran.
Menurut G.W. Alport dalam sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak. Seiring dengan pendapat G.W. Alport di atas Tri Rusmi Widayatun memberikan pengertian sikap adalah” keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya.”[9]
Dalam Islam, antara iman, ilmu, dan amal tidak bisa dipisahkan. Untuk berbuat sesuatu harus didasarkan pada keyakinan. Keyakinan harus diaktualisasikan dalam perbuatan. Agar perbuatan termasuk kategori amal shaleh, maka perbuatan itu harus didasarkan kepada ilmu.
Maka Islam bagi kita adalah agama bukanlah sekedar tindakan-tindakan ritual seperti  sholat dan membaca doa saja. Akan tetapi agama lebih dari itu, yaitu agama mengatur keseluruhan tingkah laku manusia demi memperoleh ridho Allah Swt. Agama dengan kata lain meliputi keseluruhan tingkah laku manusia dalam hidup ini.
Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong sisi seseorang untuk bertingkah laku yang berkaitan dengan agama.[10] Sikap keagamaan terbentuk karena adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai komponen kognitif. Didalam sikap keagamaan antara komponen kognitif, afektif, dan psikomotor saling berintegrasi sesamanya secara komplek.
Tingkah laku keagamaan atau sikap keagamaan adalah segala aktifitas manusia dalam kehidupan didasarkan atas nilai-nilai agama yang diyakininya.[11] Tingkah laku keagamaan tersebut merupakan perwujudan dari rasa dan jiwa keagamaan berdasarkan kesadaran dan pengalaman beragama diri sendiri.
Mc. Nair dan Brown dalam penelitiannya menemukan bahwa dukungan orang tua berhubungan secara signifikan dengan sikap siswa.[12] begitu juga Zakiyah Daradjat mengatakan bahwa sikap keagamaan merupakan perolehan dan bukan bawaan. Ia terbentuk melalui pengalaman langsung yang terjadi dalam hubunganya dengan unsur-unsur lingkungan materi dan sosial, misalnya rumah yang tentram,  dan lain sebagainya.[13]
Sikap keagamaan bukan merupakan bawaan akan tetapi dalam pembentukan dan perubahannya ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal individu.[14] Faktor internal meliputi kemampuan menyeleksi dan mengolah atau menganalisis pengaruh yang datang dari luar termasuk minat, dan perhatian. Sedangkan faktor eksternal berupa faktor di luar individu yaitu pengaruh lingkungan.
Pembentukan sikap keagamaan sangat erat kaitanya dengan perkembangan agama. Sikap keagamaan merupakan perwujudan dari pengalaman dan penghayatan seseorang terhadap agama, dan agama menyangkut persoalan bathin seseorang, karenanya persoalan sikap kegamaan pun tidak dapat dipisahkan dari kadar ketaatan seseorang terhadap agamanya.
Sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara unsur kognisi (pengetahuan), afeksi (penghayatan) dan konasi (perilaku) terhadap agama pada diri seseorang, karenanya ia berhubungan erat dengan gejala jiwa pada seseorang.
Agama Islam sendiri sesungguhnya merupakan sistem yang menyeluruh, yang mencakup kehidupan jasmani dan rohani, dan juga menyangkut kehidupan dunia dan akhirat. Sebagai sistem yang menyeluruh agama Islam terdiri atas beberapa aspek atau dimensi. Endang Syaifudin Anshari mengungkapkan bahwa pada dasarnya Islam dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu aqidah, ibadah, atau syari’ah dan akhlak.[15] Sementara A. Azhar Basyir mengungkapkan bahwa Islam terdiri dari atas sistematika aqidah, ibadah, akhlak, dan muamalah.[16]
Pada anak usia Sekolah Dasar sikap keagamaanya terlihat dari pergaulannya sehari-hari. Memahami konsep keagamaan pada anak berarti memahami sifat-sifat keagamaan anak. Sifat keagamaan pada anak tumbuh mengikuti pola. Idea keagamaan pada anak hampir sepenuhnya dipengaruhi oleh unsur dari luar mereka. Mereka mengikuti apa yang diajarakan oleh orang dewasa. Sikap keagamaan ini meliputi, ketaatan beribadah (sholat, puasa, bersodaqoh), dan pengembangan jiwa keagamaan (jujur, disiplin, sopan santun, sabar, dan rendah hati). Inilah sikap keagamaan yang terlihat pada anak usia Sekolah Dasar atau usia dini. nilai-nilai ini harus ditanamkan kedalam jiwa anak-anak sejak dini.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka penulis memberi judul KORELASI ANTARA SIKAP KEAGAMAAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DI SDN GERUBUK I BINONG KABUPATEN TANGERANG “.
B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka identifikasi masalah adalah sebagai berikut:
1.   Bagaimanakah sikap keagamaan siswa  SDN Gerubuk I?
2.   Apakah faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan siswa SDN Gerubuk I?
3.   Bagaimankah model pembelajaran PAI siswa SDN Gerubuk I?
4.   Apakah faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa SDN Gerubuk I?
5.      Apakah terdapat korelasi antara sikap keagamaan dengan prestasi belajar PAI siswa SDN Gerubuk I?
C.    Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka, pembatasan masalah adalah sebagai berikut:
1.   Penelitian ini akan membahas tentang sikap keagamaan siswa SD Gerubuk I diantaranya:
a.       Jujur; Sebagai indikator dari kejujuran adalah tidak berkata bohong, tidak curang, menepati janji, mau mengakui kesalahan, dan menyampaikan amanat.
b.      Disiplin; Sebagai indikator disiplin bagi anak usia 10-12 tahun adalah: datang tepat waktu, menggunakan pakaian seragam, mengerjakan tugas yang diberikan guru, mengikuti tata tertib sekolah, dan tidak bolos sekolah.
c.       Sopan santun; Sebagai indikator dari sopan santun adalah: berkata sopan, hormat kepada guru, menyanyangi teman, tidak membeda-bedakan teman, dan mengucapakan salam ketika bertemu .
d.      Sabar; Sebagai indikator sikap sabar adalah: penurut, sabar dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru, tidak mudah putus asa, dan tidak lekas marah.
e.       Rendah hati (tawadhu); Sebagai indikator sikap rendah hati adalah sebagai berikut: Suka menolong teman, mudah tersenyum, menyanyangi teman, mengucapakan permisi ketika lewat dihadapan yang lebih tua, dan mengucapakan salam ketika bertemu.
2.      Penelitian ini juga akan membahas tentang prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI, sebagai populasi dan sampel adalah siswa kelas IV SDN Gerubuk I  Tangerang.
3.      Analilis penelitian ini ingin mengetahui apakah terdapat korelasi antara sikap keagamaan dengan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SDN Gerbuk I Tangerang.
D.    Rumusan Masalah
Dari Pembatasan masalah diatas maka, rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah sikap keagamaan siswa di SDN Gerubuk I?
2.      Bagaimanakah prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SDN Gerbuk I?
3.      Apakah terdapat korelasi antara sikap keagamaan dengan prestasi belajar siswa di SDN Gerubuk I?
E.     Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1.      Manfaat secara teoritis
Hasil penelitian ini menjadi bahan penambah pengetahuan tentang pentingnya sikap keagamaan pada anak serta mengembangkan sikap tersebut pada  siswa maupun guru.



2.      Manfaat secara Praktis
  1. Guru
Manfaat bagi guru adalah menambah pengetahuan tentang strategi menanamkan sikap keagamaan sejak dini dan mengetahui cara meningkatkan prestasi belajar siswa.
  1. Sekolah
Manfaat bagi sekolah menambah wawasan serta pengtahuan tentang berbagai aspek yang dapat yang dapat mempengaruhi sikap kegamaan dan prsetasi belajar siswa
  1. Orang Tua
Manfaat bagi orang tua yaitu untuk menanamkan nilai moral sejak dini, mulai dari hal yang kecil.
  1. Peneliti
Manfaat bagi peneliti yaitu menambah wawasan ilmu pengetahuan, menerapkan pengetahuan yang didapat selama menuntut ilmu difakultas.
  1. Fakultas
Manfaat bagi fakultas sebagai penambah khasanah ilmu pengetahuan.







[1] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, ( PT Bumi Aksara: Jakarta, 2008,), Cet,ke-8                hal.79
[2] UU RI no 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional, 1 Hal 6
[3] Nagalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 1997), cet.ke- 12, hal. 84
[4] Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, (PT Grasindo: Jakarta, 2004), cet.ke-2, hal. 120
[5] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, ( Rineka Cipta: Jakarta, 2001), cet ke-2 hal. 49
[6] Arianto Sam, “ Sahabat Bersama: Pengertian Pendidikan Agama Islam” artikel diakses pada 12 Juni 2010 dari http://www.sobatbaru.blogspoot.com/2008/08/Pengertian Pendidikan Agama Islam.html
[7] Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (PT Al-Husna: Jakarta, 2000), cet.ke- 1, hal. 29
[8] Atiyah Al-Abrasyii dalam Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, hal. 29
[9] Hanstoe,” pengertian Sikap” artikel diakses pada 5 Juli 2010 pukul 16.00 Wib dari http://hanstoe.wordpress.com/2009/02/21/pengertian-sikap/ Pengertian Sikap. html

[10] Ramayulis, Psikologi Agama, ( Kalam Mulia:Jakarta, 2004), cet ke-4 hal96
[11] Ibid., hal 98
[12] Ibid., hal 96
[13] Ramayulis, Psikologi Agama, hal. 96
[14] Ibid, hal.  97
[15] Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam Presfektif Islam, (Menara Kudus: Jogyakarta, 2002), cet. ke- 1, hal. 72
[16] Ibid., hal. 72

Tidak ada komentar:

Posting Komentar