BAB II
DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teori
1. Hakikat Prestasi Belajar
- Pengertian Belajar
Belajar selalu didefinisikan sabagai suatu perubahan pada diri individu yang disebabkan oleh pengalaman. Belajar ialah berusaha atau berlatih supaya mendapatkan suatu kepandaian.[1]
Menurut Morgan dalam buku Introduction To Psychology mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang realtif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.[2] Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan masalah, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, atau pun sikap.
|
Belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau mengusai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, mengusai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan.[4] Dengan demikian, belajar memiliki arti dasar adanya aktifitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu.
Pengertian belajar memang selalu berkaitan dengan perubahan, baik meliputi keseluruhan tingkah laku maupun yang hanya terjadi pada beberapa aspek dari keperibadian indivudu.[5] Perubahan ini terjadi dengan sendirinya dialami tiap-tiap individu atau manusia, sejak manusia dilahirkan. Sejak saat itu terjadi perubahan-perubahan dalam arti perkembangan melalui fase-fasenya.
Dari beberapa definisi belajar dikemukan adanya elemen penting yang mencirikan pengertian belajar yaitu bahwa:[6]
1).Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
2). Belajar merupakan suatu peubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti pertumbuhan yang terjadi pada diri bayi.
3).Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir pada suatu periode waktu yang cukup panjang.
4).Tingkah laku dapat mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan masalah, keterampilan, kecakapan, atau kebiasaan ataupun sikap.
Perintah pentingnya dan kewajiban belajar juga terdapat dalam Al-Quran pada surat An-Nahl ayat 103 yang berbunyi:
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: "Sesungguhnya Al Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)". Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa Ajam, sedang Al Quran adalah dalam bahasa Arab yang terang.
Akhirnya disimpulkan bahwa belajar menurut Dimyati Mahmud dalam buku Alex Sobur (2003) adalah menemukan, mengingat, dan menjadi efisien.[7] Belajar merupakan proses mengetahui, mengalami, memahami, mengingat yang berkembang menuju kearah yang lebih baik sesuai dengan fase-fase individu.
1. Teori-Teori Belajar
Untuk memperjelas pengertian tentang belajar, bagaimanakah proses belajar itu terjadi berikut dikemukan teori-teori tentang belajar, yang merupakan hasil penyelidikan para ahli psikologi sesuai dengan alirannya masing-masing.
Teori belajar yang terkenal itu antara lain:
a). Teori Belajar Tingkah Laku
Para ahli psikologi behavioristik berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran atau penguatan dari lingkungan.[8] Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulinya. Berikut jenis-jenis teori belajar tingkah laku:
a.1 Menurut E.L. Thorndike (The law Of Effect)
Teorinya dikenal sebagai connectionism (pertautan, pertalian) bahwa belajar adalah suatu proses diingat, forming, hubungan antara stimulus dan respon. Teori ini juga dikenal dengan trial and error ( mencoba-coba dan gagal), setiap individu jika dihadapkan pada situasi baru akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya coba-coba membabi buta.[9]
Thorndike mengembangkan teorinya dari penelitian yang intensif pada binatang. Penelitianya menggunakan kucing yang dimasukkan kedalam sebuah box, tugas kucing adalah keluar dari box dan mendapatkan makanan (hadiah). Thorndike menerangkan proses belajar sebagai berikut: sesudah kucing mendapatkan respons yang benar dan mendapat hadiah, hubungan terjadi perlahan-lahan untuk memperkuat stimulus dan respons.
Untuk memperkuat hubungan stimulus dan respon, Thorndike mengemukakan beberapa hukum atau ketentuan, yaitu:
Law Of Effect ( hukum pengaruh) yaitu hubungan stimulus dan respon bertambah kuat apabila disertai dengan perasaan senang atau puas. Karena itu membangkitkan rasa senang dengan memuji atau membesarkan hati anak lebih baik dalam mengajar daripada menghukum atau mencelanya. Law Of Exercise (hukum latihan) yaitu hubungan stimulus-respon akan bertambah kuat apabila sering digunakan dan akan berkurang atau lenyap jika jarang digunakan. Oleh karena itu untuk memperkuat hubungan ini diperlukan banyak latihan atau pembiasaan. Law Of Readiness yaitu hubungan stimulus dengan respon akan bertambah kuat apabila didukung oleh adanya kesiapan untuk bertindak atau bereaksi sehingga respon atau reaksinya semakin mantap.[10]
.
a.2 Menurut Ivan Pavlow (Classical Conditioning)
Pavlow seorang ahli psikologi Rusia mengadakan percobaan pada anjing. Hasil prcobaan yang dilakukan mendapatkan kesimpulan bahwa gerakan-gerakan refleks dapat dipelajari, dapat berubah kerena mendapat latihan.[11] Sehingga dengan demikian kondisi belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (respon).
a.3 J.B. Watson (Contitionning Reflect)
J.B. Watson menggunakan penemuan Pavlow sebagai satu dasar untuk toeri belajarnya. Watson percaya bahwa belajar adalah suatu proses dari conditioning reflect (respons) melalui pergantian dari suatu stimulus kepada yang lain.[12]
a.4 Menurut B.F. Skinner (Operant Conditioning)
Seperti halnya Pavlow, Watson, Skinner juga mempelajari tingkah laku yang terjadi karena hubungan stimulus-respon melalui conditioning, tetapi pendapat mereka tentang conditioning sebagai persyaratan pembentukkan tingkah laku yang berbeda. Skinner menyatakan kondisi yang memperkuat hubungan stimulus respon yang menjadi pembentuk tingkah laku yaitu suatu stimulus yang memberikan penguatan, seperti hadiah dan hukuman.
Kegunaan teori Skinner adalah untuk menggairahkan anak belajar.[13] Sebelum Skinner Rasulullah Saw pernah semacam teori operant conditioning ini khususnya dalam menanamkan sikap anak terhadap sholat, dalam suatu hadis yang intinya berbunyi: “Perintahlah anak untuk sholat pada umur 7 tahun, tetapi setelah umur 10 tahun pukul dan hukumlah jika tidak mau sholat.”
b). Teori Kognitif
Ahli-ahli teori kognitif berpendapat bahwa belajar adalah hasil dari usaha kita untuk mendapatkan dunia. Untuk melakukan ini, kita dapat menggunakan semua alat mental kita. Pandangan kognitif melihat belajar sebagai sesuatu yang aktif. mereka berinisiatif untuk mencari pengalaman belajar, mencari informasi untuk menyesaikan masalah, mengatur kembali dan mengorganisasi apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai pelajaran baru.
Bransford menguraikan tentang teori kognitif yang paling penting adalah bagaimana orang belajar, mengerti, dan mengingat informasi, dan mengapa beberapa orang dapat melakukan dengan baik dan ada yang tidak.[14] Ahli psikologi kognitif cendrung aspek-aspek penting dalam belajar, seperti bagaimana orang dewasa mengingat informasi verbal dan bagaimana anak-anak memahami cerita.
Untuk mendukung teori kognitif dalam pendidikan, maka lahirlah berbagai strategi belajar untuk memusatkan perhatian siswa dalam mengingat informasi baru. Strategi itu antaranya dengan menggunakan metode yang tepat, penggunaan media pembalajaran, pengelolaan kelas yang efektif dan lain-lain.
c). Teori Humanistik
Untuk lebih mendalami prinsip-prinsip psikologi humanistik, berikut ketiga pencetus teori ini:
c.1 Arthur Combs
Ia menjelaskan bahwa bagaimana persepsi ahli-ahli psikologi dalam memandang tingkah laku.[15] Untuk mengerti tingkah laku manusia, yang penting adalah mengerti bagaimana dunia ini dilihat dari sudut pandangnya. Untuk mengubah tingkah laku seseorang harus mengubah persepsi individu.
c.2 Maslow
Teori didasarkan kepada asumsi bahwa dalam diri seseorang diri kita ada dua hal yaitu: 1). Suatu usaha positif untuk berkembang dan 2). kekuatan untuk melawan perkembangan itu.[16] Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan menjadi tujuh hearki. Hearki kebutuhan manusia mempunyai implikasi yang sangat penting harus diperhatikan oleh guru pada waktu mengajar anak-anak. Perhatian dan motivasi belajar tidak akan berkembang kalau kebutuhan dasar siswa belum terpenuhi.
c.3 Rogers
Prinsip belajar humanistik yang penting antara lain: Keinginan untuk belajar, belajar secara signifikan, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk berubah.
2. Prinsip-prinsip belajar
Di dalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar sebagai berikut:[17]
a). Kematangan jasmani dan rohani; Kematangan jasmani yaitu telah sampai batas minimal umur serta kondisi fisiknya sudah cukup untuk melakukan kegiatan belajar. Kematangan rohani yaitu memiliki kemampuan secara psikologis untuk melakukan kegiatan belajar.
b). Memiliki kesiapan; Setiap orang yang hendak melakukan kegiatan belajar harus memilki kesiapan yakni kemampuan yang cukup baik fisik maupun mental perlengkapan belajar.
c). Memahami tujuan; Setiap orang harus memahami tujuan, kemana arah tujuan itu dan manfaat bagi dirinya.
d). Memiliki kesanggupan; Orang yang belajar harus sanggup untuk melaksanakan, belajar tanpa kesungguhan akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan.
e). Ulangan dan latihan; Sesuatu yang dipelajari perlu diulang dan latihan, agar meresap kedalam otak sehingga dikuasai sepenuhnya dan sukar dilupakan. Misalnya belajar menghafal sajak, harus diulang berkali-kali membacanya agar melekat dalam ingatan.
f). Motivasi; Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.[18]
b. Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam
Dalam kamus prestasi berarti hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan.[19] Jadi prestasi adalah hasil dari ciptaan, hasil pekerjaan, yang diperoleh dari keuletan bekerja. Prestasi belajar adalah hasil belajar yang telah dicapai menurut kemampuan yang tidak dimiliki dan ditandai dengan perkembangan serta perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang diperlukan dalam belajar dengan waktu tertentu, prestasi belajar ini dapat dinyatakan dalam bentuk nilai dan hasil tes atau ujian.[20]
Hasil belajar atau prestasi selalu dinyatakan dalam bentuk perubahan tingkah laku. Bagaimana bentuk tingkah laku yang diharapkan berubah itu dinyatakan dalam perumusan tujuan intruksional.[21]
Program pengajaran agama dapat dipandang sebagai suatu usaha mengubah tingkah laku siswa dengan menggunakan bahan pengajaran agama. Tingkah laku yang diharapkan itu terjadi setelah siswa mempelajari pelajaran agama Islam dan dinamakan prestasi belajar dalam bidang pengajaran agama.
Pada tahun 1956 Benyamin Bloom dan beberapa pengikutnya menerbitkan A Taxonomy Of Educational Objectives. Taksonomi itu adalah suatu sistem klasifikasi. Berikut kalsifikasi pre3tási belajar dan perurahan tingkah laku yang dihara0ka
itu meliputi:
itu meliputi:
1). Á3pek Kognitif
Hasil belajar pada `spek ini meliputi enam tingkatan, disusun dari yang terendah hingga tertinggi yaitu pengetahean, pemahaman, penerApan, alalisis, séntesis, dan evanuasi,[22]
2). spek Afektif
Aspek yang bersangkut-paut dengan sikap mental, perasaan dan kesadaran siswa. Hasil belajar lalam aspek ini diperoleh melalui proses internalisasi, yaitu pertumbuhan kearah batiniah atau rohaniah siswa.[23] Pertumbuhan Itu terkadi ketika siswa menyadari$sesu`tu nilai yang terkandung dalam pengajaran agama dan kemudian nilai-nilai itu dijadikan suatu sistem nilai diri, sehingga menqntun segenap pernyataan sikap, tingkah laku dan perbuatan moralnya dalam menjalani kehidupan ini®
! Hasil felajar dalam aspek ini meliputi lima Tingkatan dari yang terendah hingga tertinggi yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi, dan pembentukan pola hidup.
3). Aspek Psikomotor
Aspek psikomotor bersangkut dengan keterampilan yang lebih bersifat faaliah dan konkret. Hasil belajar ini merupakan tingkah laku nyata dan dapat diamati. Bentuk prestasi belajarnya dibagi dua, yaitu hasil belajar untuk keterampilan ibadah, dan kedua hasil belajar dalam bentuk keterampilan-keterampilan lain sebagai hasil kebudayaan masyarakat Islam.[24]
Keterampilan ibadah meliputi: keterampilan gerakan sholat, keterampilan gerakan ibadah haji, dan keterampilan memotong hewan kurban ketika hari raya Idul Adha. keterampilan lainnya meliputi: bidang kesenian dan kebudayaan, mengelola dan memanfaatkan alam dalam rangka memajukan dan mengembangkan kebudayaan Islam.
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas prestasi belajar.
c.1 Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu.[25] Faktor tersebut meliputi pertama faktor Pisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu.[26] Faktor fisik ini dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, antara lain faktor kesehatan misalnya kurang sehat atau kurang gizi, mengalami cacat tubuh misalnya tuli, bisu, sehingga keadaan ini menghambat prestasi anak. Kedua faktor Psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar adalah tingkat kecerdasan atau inteligensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, dan motivasi siswa.[27]
c.2 Faktor Eksternal
c.2.1 Keluarga
keluarga ialah ayah, ibu, dan anak-anak serta famili yang menjadi penghuni rumah.[28] Faktor orang tua sangat penting terhadap keberhasilan anak dalam belajar. Kadaan keluarga menentukan berhasil tidaknya anak dalam menjalai proses belajarnya. Faktor keluarga sebagai salah satu penentu yang berpengaruh dalam belajar, dapat dibagi menjadi tiga aspek: 1). Kondisi ekonomi keluarga, 2). hubungan emosional orang tua dengan anak, dan 3). cara-cara orang tua mendidik anak.
c.2.2 Sekolah
Kedaan sekolah mempengaruhi tingkat keberhasilan. Kualitas guru, metode mengajar, kesusaian kurikulum dengan kemampuan anak, fasilitas sekolah, keadaan ruangan, jumlah murid per kelas, tata tertib sekolah dan lain sebaginya.[29]
c.2.3 Masyarakat
Keadaan masyarakat juga menetukan prestasi belajar. Bila disekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya dari orang berpendidikan, hal ini akan mendorong anak akan lebih giat belajar. Tetapi sebaliknya jika lingkungannya banyak anak nakal, tidak sekolah dan pengangguran, maka hal ini akan mengurangi semangat belajar, sehingga prestasi belajar akan menurun.
c.2.4 Lingkungan sekitar
Keadaan lingkungan sekitar tempat tinggal, juga memperngaruhi proses belajar. kedaaan lingkungan rumah, keadaan lingkungan sekitar, iklim dan sebagainya.
2. Hakikat Sikap Keagamaan
a. Pengertian Sikap Keagamaan
Sikap menurut kamus umum adalah perbuatan yang berdasarkan pendirian (pendapat atau keyakinan).[30] Ke dalam keagamaan menunjukan makna perangai sedangkan agama yaitu segenap kepercayaan kepada tuhan serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.[31]
Dalam agama Islam terdapat tiga dimensi yaitu, akidah, syariah dan akhlak. Baik kebajikan dan kebaikan rapat hubungannya dengan akhlak yakni keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang melahirkan perbuatan, mungkin baik ataupun buruk.[32] Perkataan akhlak diartikan juga sikap yang melahirkan perbuatan (Perilaku, tingkah laku, sikap) mungkin baik maupun buruk.
Budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at kita ketahui maknanya dalam percakapan sehari-hari adalah sama. kalau sikap dihubungkan dengan akhlak mengandung makna ideal, tergantung pada pelaksanaannya melalai tingkah laku yang mungkin positif, mungkin negatif, mungkin baik maupun buruk.[33]
Termasuk dalam pengertian positif adalah óegala t)ngkah`laku, tabi’at, watak, dan perangai yang sifatnya renar, amanah, sabar, pemaaf, pemurah, rendah hati dan lain-lain. Sedang yang$termasuk buruk apaBila tingkah laku, tabi’at, watak sombong, dendam, dengki dan lain-lain. Sebagai0penentu suatu perbuatan atbu tingkah laku itu adalah nilai dan norma agama, juga kebiasaan etau adat iwtiadat.
Ide`keagamaan pada anak hampir sepenuhnya autoritarius maksudnya, konsep kmagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka.[34] Mereka melihat dan mengikuti apa yang dikerjakan oleh orang dewaca dan orang tua mereka ventang sesuatu yang berhubungan dengaî kemaslahctan agama. Dengan demikian, ketaatan bEragama eerupakan kebiasaan yang mgnjadi milik mereka yang mereka pelajari dari para orang tua maupun guru.
Orang tua dan guru wajib mengajarkan kepada anak-anaknya i|mu-ilmu fardhu yang berkaitan dengan Al-Quraj lan ilmu ibadah dasar se`erti sholat, puasa, dan zakat. Latihan dan pembiesaan diri untuk hidup sesuai dengan petunjuk agama, termasuk sopan santun, tutur kata, pola tingkah laku harus dicontohkan kepada anak. Latihan dan pendidikan moral yang bersumber pada agama Islam akan menjadi pengawas bagi keperibadiannya.
Pada umumnya seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya dulu (masa kanak-kanak). Seseorang yang pada kecilnya tidak pernah mendapatkan didikan agama, maka pada masa dewasanya nanti, ia akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya. Lain halnya dengan seseorang yang waktu kecilnya mempunyai pengalamn-pengalaman agama, misalnya ibu dan bapaknya orang yang tahu agama, lingkungan sosial dan kawan-kawannya juga hidup menjalankan agama, secara sengaja di rumah di sekolah dan masyarakat. Maka orang-orang itu dengan sendirinya mempunyai kecenderungan kepada hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan agama, takut melanggar agama dan dapat merasakan betapa nikmatnya hidup beragama.[35]
Perkembangan jiwa keagaman pada usia 10-12 tahun semakin bersungguh-sungguh. Harapan dan kasih sayang dan perkenanan Allah terhadap doa dan permohonan, semakin keras juga semakin sungguh-sungguh. Anak-anak usia 10-12 tahun beragama secara sungguh-sungguh, namun kemampuan pengendalian diri masih sangat terbatas. Boleh jadi anak merasa takut dan cemas karena terlanjur melanggar larangan agama, walaupun sedikit. [36]
Manusia merupakan makhluk beragama. Namun keberagamaan tersebut memerlukan bimbingan agar dapat timbuh kembang secara benar. Untuk itu anak-anak memerlukan tuntunan dan bimbingan, sejalan dengan tahap perkembangan yang mereka alami. Tokoh yang paling menentukan dalam menumbuhkan rasa keberagamaan itu adalah orang tua kemudian pendidik.
b. Macam-Macam Sikap Keagamaan Siswa Sekolah Dasar
1). Jujur
Jujur dalam kamus Bahasa Indonesia artinya lurus hati, tidak curang.[37] Jujur merupakan etika dan nilai ajaran Islam yang paling tinggi dan mulia yang dianjurkan untuk ditanamkan kepada anak sejak dini. [38] Banyak orang tua yang mengajak anak-anaknya kepada kejujuran namun tindakkan mereka menjerumuskan kepada kedustaan. Kejujuran adalah keselarasan dengan kenyataan baik secara ucapan maupun amalan.[39]
Jujur bermakna keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta. Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinnya. Seorang yang berbuat riya’ tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia sembunyikan (di dalam batinnya).
Semua orang tua pasti menginginkan anaknya untuk bersikap jujur. karena kejujuran merupakan modal awal kesuksesan dikemudian hari. Jika demikian yang diinginkan maka sedapat mungkin orang tua dan pendidik menghindari diri dari kebiasaan mengucapkan kata-kata bohong dihadapan anak-anak secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini akan sangat tidak baik bagi anak, karena anak bertingkah laku seperti orang tua lakukan dengan mengikuti dan meniru terhadap kebiasaan tersebut yang selalu terucap kebohongan.
Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena kejujuran merupakan mukadimah akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada akhlak tersebut, pentingnya kejujuran sebagai mana yang terdapat dalam surat Ali-Imron ayat 76 yang berbunyi:
INCLUDEPICTURE "http://quranterjemah.com/image_quran/3_76.gif" \* MERGEFORMATINET
Artinya:
(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.
Orang tua atau guru berusaha dengan keras menanggulangi sifat bohong dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga dan orang lain
Hendaklah berhati-hati bila berjanji yang sekitarnya sulit terpenuhi
Buktikan kejujuran dihadapan anak hingga ia melihatnya
Berilah pujian pada anak atas kejujuran saat ia mengakui kesalahannya.
Ketika menonton televisi, jelaskan akibat buruk dari keculasan, kecurangan dalam tayangan tersebut.[41]
2). Disiplin
Disiplin secara etimologi behasa berasal dari kata disciple (disiplime) yang mempuyai makna mengajari atau mengikuti pemimipin yang dihormati.[42] Displin ialah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban.[43]
Disiplin berati adanya kesediaan untuk memahami peraturan-peraturan atau larangan yang telah ditetapkan. Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.[44] Jadi disiplin adalah kesediaan untuk taat terhadap peraturan atau tata tertib yang telah diberlakukan dengan kesadaran tanpa adanya paksaan.
Disiplin mempunyai beberapa fungsi:
2.1 Disiplin memberi anak rasa aman dengan memberitahukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
2.2 Disiplin membantu anak menghindari perasaan bersalah dan rasa malu akibat yang salah
2.3 Anak belajar bersikap menurut cara yang akan mendatangkan pujian yang akan ditafsirkan anak sebagai tanda kasih sayang
2.4 Disiplin menjadi motivasi pendorong kemauan yang akan mendorong anak mencapai apa yang diharapkan dirinya
Disiplin membantu anak mengembangkan hati nurani, pembimbing dalam pengambilan keputusan dan pengendalian perilaku.[45] Pentingnya menanamkan sikap disiplin apada anak sejak dini, sebagai mana firman Allah dalam surat Al-Mujaadalah ayat 11 yang berbunyi:
INCLUDEPICTURE "http://quranterjemah.com/image_quran/58_11.gif" \* MERGEFORMATINET
Artinya:
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
3). Sopan Santun
Sopan santun kerap disebut good manner oleh para ahli pendidikan, adalah adab atau etika yang kita pelihara ketika tengah bersama-sama orang lain.[46] Berhubung pada setiap interaksi dengan masyarakat, dimana pun juga selalu ada semacam aturan-aturan yang tidak tertulis. Semisal bagaimana menyapa orang yang lebih tua, memanggil anak buah, menelpon seseorang, meminta tolong, makan di meja makan dan lain-lain.
Jelaslah bahwa sopan santun adalah modal manusia bergaul. Kesopanan bersikap dan berprilaku merupakan tuntutan universal dimanapun, kapanpun. Namun segala aturan tidak tertulis yang berkenaan dengan interaksi di tengah masyarakat yang kadangkala disebut etika ini ada pula yang bersifat amat khas dan ditentukan oleh nilai-nilai masyarakat setempat.
Contoh nyata akhlaqul karimah umat Islam terpola dalam prilaku Rasulullah Saw sebagai panutan umat (qudwah hasanah) semisal memberi salam pada orang lain terlebih dahulu, menutup dengan tangan saat menguap, tidak menolok-olok dan mengintip saat bertamu, mengucapkan alhamdulilah saat bersin, dan lain-lain.
Meningat sopan santun bukan merupakan bawaan sejak lahir melainkan hasil didikan lingkungan terutama orang tua, maka mulailah didik kesopanan sejak dini. Dengan kesopan santunan anak akan dihormati dan mudah diterima di lingkungannya. Permisi, maaf, tolong dan terima kasih adalah empat kata kesopansantunan sehari-hari. Namun, jangan hanya menuntut anak menggunakan empat kata tersebut, sementara orang tua maupun pendidik sendiri jarang mencontohkannya.
Pengajaran tatakrama sebaiknya dimulai dari kehidupan sehari-hari dan dari hal yang kecil. Anak dikenalkan mengenai aturan-aturan atau adab sopan. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi:
INCLUDEPICTURE "http://quranterjemah.com/image_quran/49_13.gif" \* MERGEFORMATINET
Artinya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
2.1 Mengucapkan terima kasih jika diberi sesuatu atau ketika si prasekolah dibawakan sesuatu baik oleh orang tua maupun orang lain. Sekaligus mengajarkan menghargai jerih payah orang lain
2.2 Mengucapkan "maaf" jika bersalah. Mengajarkan sportivitas dan berani mengakui kesalahan
2.3 Mengucapkan tolong ketika meminta diambilkan sesuatu.
2.4 Menyapa, memberi salam atau mengucapkan permisi jika bertemu orang lain
2.5 Mengajarkan adab menerima telepon. Sekaligus mengajarkan bagaimana berbudi bahasa yang baik.
2.6 Etiket makan yang baik, tidak sambil jalan-jalan atau melakukan aktivitas lain. Sikap ketika makan di meja makan, tidak bersendawa atau makan sambil ngobrol.
Langkah-langkah mengajarkan sopan santun pada anak sebagai berikut: ajarkan satu keterampilan sosial dalam satu waktu, berikan penghargaan atas kesuksesannya, toleransi yang proporsional, ingatkan mereka jika lupa, dan jadilah contoh yang baik.[48]
4). Sabar
Dalam kamus bahasa Indonesia sabar artinya tahan menderita sesuatu, tidak lekas marah, tidak lekas patah hati dan tidak lekas putus asa.[49] Sabar menurut sufi ternama Dzun-nun Al-Mishri dalam Gattero, “Sabar ialah menjauhi perselisihan, bersikap tenang dalam menghadapi cobaan yang menyesakkan hati, dan menampakkan rasa kecukupan ketika ditimpa kesusahan dalam kehidupan.’’[50] Anak harus didik tentang kesabaran dan ketabahan. Allah Swt telah membuat kehidupan didunia ini sebuah rumah berbagai cobaan. Manusia muncul dari berbagai cobaan satu untuk masuk pada cobaan yang lain, dan dia diuji oleh keadaan yang menyenangkan dan yang menyedihkan.
Sabar merupakan bentuk ibadah yang diwajibkan bagi setiap muslim oleh Al-Quran, sunnah, dan ijma para ulama. Perintah menanamkan sikap sabar sebagaimana terdapat dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 153 yang berbunyi:
INCLUDEPICTURE "http://quranterjemah.com/image_quran/2_153.gif" \* MERGEFORMATINET
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
Faramax membagi sabar menjadi tiga kategori: sabar untuk mentaati apa yang diperintahkan Allah, sabar untuk menahan diri dari ketidaktaatan, dan sabar dalam menghadapi masalah-masalah dan kesulitan-kesulitan.[51]
Orang tua dan pendidik harus mengajarkan dan menanamkan sifat-sifat sabar pada anak-anak. Orang tua dan pendidik harus mengingatkan anak-anak tentang pahala orang yang bersikap sabar.
5).Rendah Hati (tawadhu)
Allah befirman sehubungan dengan tempat persinggahan tawadhu’ (rendah hati) ini, dalam surat Al-Furqon ayat 63 yang berbunyi:
INCLUDEPICTURE "http://quranterjemah.com/image_quran/25_63.gif" \* MERGEFORMATINET
Artinya :
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.
Sabar artinya, dengan tenang, berwibawa, rendah hati, tidak jahat, tidak congkak dan sombong. Menurut Al-Hasan, mereka adalah orang-orang yang berilmu dan bersikap lemah lembut.[52]
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam senantiasa menunjukkan sikap tawadhu’ kepada siapa pun. Jika beliau melewati sekumpulan anak-anak kecil, maka beliau mengucapkan salam kepada mereka. Ada seorang budak wanita yang menggandeng tangan beliau menuju tempat yang dikehendakinya. Jika beliau makan, maka beliau menjilat jari-jari tangannya tiga kali. Jika berada di rumah, maka beliau mengerjakan tugas tugas keluarganya. Manyanyangi anak-anak yatim, selalu mengucapkan salam terlebih dahulu kepada mereka, memenuhi undangan siapa pun yang mengundangnya, sekalipun untuk keperluan yang sangat ringan dan reman. Akhlak beliau lembut, tabiat beliau mulia, pergaulan beliau baik, wajah senantiasa berseri, mudah tersenyum, rendah hati namun tidak menghinakan diri, dermawan tapi tidak boros, hatinya mudah tersentuh dan menyayangi setiap orang Muslim dan siap melindungi mereka.
Berikut ini adalah sejumlah karakteristik atau ciri-ciri dari seseorang yang memiliki sifat rendah hati: mau melayani, memandang setiap individu itu unik, istimewa dan penting, mau mendengar dan menerima kritik, berani mengakui kesalahan dan meminta maaf, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, mengutamakan kepentingan orang lain, dan rela memaafkan.
B. Kerangka Berfikir
Sikap keagamaan adalah perbuatan, tingkah laku, atau perangai yang didasarkan kepada kepercayaan kepada Allah, dan merupakan ajaran atau nilai-nilai yang terkandung dalam agama yang dianutnya. Dalam agama Islam terdapat tiga dimensi keagamaan yaitu aqidah, syariah, dan akhlak. Untuk siswa SD yang berusia 10-12 tahun ide keagamaan dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka. Sehingga kebiasaan mereka pelajari dari orang tua maupun guru. Sikap keagamaan yang tampak pada lingkungan sekolah Sekolah Dasar antara lain: jujur, disiplin, sopan santun, sabar, dan rendah hati.
Prestasi belajar adalah hasil dari pekerjaan atau belajar yang diperoleh dengan keuletan bekerja, prestasi ini bisa dinyatakan dengan perubahan tingkah laku yang terbagi dalam tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Pada jejang Sekolah Dasar Pendidikan Agama Islam adalah satu satu mata pelajaran yang ada dalam kurikulum sekolah. Pendidikan Agama Islam adalah usaha dalam pendidikan untuk mengubah tingkah laku manusia yang berorientasi pada nilai-nilai agama. Dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam pendidikan akhlak atau sikap sangat penting diterapkan, karena dengan akhlak atau sikap yang baik maka prestasi belajar siswa akan baik juga.
Berdasarkan kajian teoritis diatas tentang sikap keagamaan dan prestasi belajar, maka sikap keagamaan dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Semakin tinggi dan bagus sikap kegamaan siswa maka prstasi belajarnya semakin baik.
Hipotesis Penelitian
Bertolak dari apa yang telah dilakukan dalam mencari landasan teori, peneliti memberikan jawaban sementara terkait dengan permasalahan penelitian.
Ada korelasi positif dan signifikan antara sikap keagamaan dengan prestasi belajar pada mata pelajaran pendidikan Agama Islam
Tidak ada korelasi positif dan signifikan antara prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan sikap keagamaan siswa.
[1] W.J.S. Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, ( PN Balai Pustaka: Jakarta, 1984), cet.ke- VII, hal. 27
[2] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan,( PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 1997), cet.ke- 12, hal. 85
[3] Oemar Malik, Proses Belajar Mengajar, ( Bumi Aksara: Jakarta, 2008), cet.ke-8, hal. 27
[4] Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar Pembelajaran, ( AR-Ruzz Media: Jogjakarta, 2010), cet.ke- 3, hal. 13
[5] Alex Sobur, Psikologi Umum, ( CV Pustaka Setia: Bandung, 2003), cet.ke-1, hal. 219
[6] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, 85
[7] Alex Sobur, Psikologi Umum, 222
[8] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, ( Rineka Cipta: Jakarta, 2001), cet.ke-2, hal. 30
[9] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, hal. 98
[10] M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, ( Pedoman Ilmu Jaya: Jakarta, 1996), cet.ke-1, hal. 69
[11] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, hal. 90
[12] Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidkan, (Grasindo: Jakarta, 2002). cet.ke-1. hal.129
[13] M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, hal. 69
[14] Sri Esti Wuryani Djiwantdono, Psikologi Pendidikan, hal.150
[15] Esti WurysniDjiwandono, Psikologi Pendidikan, hal. 182
[16] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, hal. 46
[17] Dalyono, Psikologi Pendidikan, hal. 51
[18] Baharuddin dan Nur Wahyuni, Teori Belajar dan pembelajaran, hal. 16
[19] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,( PN Balai Pustaka: Jakarta, 1984), ce.ke-7, hal. 768
[20] Asep Abdurrahman, “Pengaruh Intensitas Belajar Di Perpustakaan Terhadap Prestasi Belajar Siswa,” (Skripsi Program Studi Agama Islam Universitas Muhammadiyah Tangerang, 2009), hal. 56
[21] Zakiyah Daradjat,Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam,( Bumi Aksara: Jakarta, 2008), cet.ke- 4, hal. 197
[22] Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, hal. 211
[23] Daradjat, Metodik khusus Pendidikan Agama Islam, hal. 201
[24] Daradjat, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, hal. 205
[25] Baharudin dan Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, hal. 19
[26] Ibid., hal 19
[27] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2001), cet.ke- 6, hal. 133
[28] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, hal, 59
[29] Ibid., hal 59
[30] Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal. 944
[31] Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal. 18
[32] Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, hal. 345
[33] Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, hal. 347
[34] Jalaludin, Psikologi Agama, (Rajawali Pers: Jakarta, 2007,ke- 2, hal. 70
[35] Zakiyah Daradjat dalam Bakir Yusuf Barmawi, Pembinaan Kehidupan Beragama Islam Pada Anak, (Dina Utama Semarang: Semarang, 1993), cet.ke-1, hal. 37
[36] Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Dalam keluarga, (PT Remaja Rosadakrya: Bandung, 2001), hal.110
[37] Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal. 424
[38] M. Azmi, Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra Sekolah, (Belukar: Yogyakarta, 2006), Hal. 119
[39] Laila binti Abdurrahman Al-Juraibah, Selamatkan Anakmu Dunia dan Akhirat, (Daar An-Naba’:Jakarta), hal 33
[40] Matroni, Sukseskanlah Anda Dalam Mendidik Anak, (Restu Agung: Jakarta, 2006), cet.ke-1, hal. 33
[41] Hasan Syamsi Pasya, Ibu Bimbing Aku Menjadi Anak Sholeh, (Pustaka Rahmat: 2010), cet.ke- 1, hal. 197
[42] Kenneth W. Requene, Strategi Jitu Membangun Disiplin Anak Jakarta(Pustaka Raya: Jakarta, 2005) hal. 122
[43] Soegeng Prijominto, Disiplin Kita Menuju Sukses, (Pradaya Paramita: Jakarta, 1994), hal. 23
[44] Abdurrahman Fathoni, Manajemen Sumber Daya Manuisa, (Rineka Cipta: Jakarta, 2006), hal. 126
[45] Elisabeth Hurloc, Perkembangan Anak, (BPK Gunung Mulia: Jakarta, 1998), h. 84
[46] Sarah Handayani”Sopan Santun Itu Kebiasaan Meski Ada Juga Yang Sekedar Polesan,” Ummi, Maret 2007, hal. 30
[47] Ahmad Dimyati, “Mengasah Kecerdasan Sopan Santun,” artikel ini diakses pada 16 Juli 2010 Pukul 16.00 Wib dari http://pembelajaran-anak.blogspot.com/2008/11/ Mengasah-kecerdasan-sopan-santun.html Mengasah Kecerdasan Sopan Santun.. html
[48] Sarah Handayani” Sopan Santun Itu Kebiasaan Meski Ada Juga Yang Sekedar Polesan” Umi, Maret 2007, hal. 32
[49] Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Hal. 644
[50] Gattero,” Keutamaan Sabar Dalam Islam,” artikel ini diakses pada 16 juli 2010 Pukul 15.10 Wib dari http://gattero.wordpress.com/2008/07/23/keutamaan-sabar-dalam-islam-dari-dpu-dt/ Keutamaan Sabar Dalam Islam.html
[51] Faramarx, Selamatkan Putra-Putrimu Dari Lingkungan tidak Islami, (Mitra Pustaka: Yogyakarta, 2001), Cet.ke-3, hal. 91
[52] Joejoe,” Sifatku Tawadhu,” ( rendah Hati), artikel ini diakses pada 24 Juli 2010 pukul 18.00 Wib dari http://joejoe.blogdetik.com/2010/04/21/sifatku-tawadhu-rendah-hati/ Sifatku Tawadhu (rendah Hati). http